Rabu, 28 Oktober 2009

KMS Baru

KMS (Kartu Menuju Sehat)

apa perbedaannya dengan yang lama ? yang jelas satu perbedaannya dari Segi WARNA KMS, sekarang laki-laki dan perempuan KMS nya berbeda.




KMS warna Biru untuk anak laki-laki




dan warna Pink atau merah muda untuk anak Perempuan.




Ok ini adalah Sekilas Info .... Smg bermanfaat !!!

Minggu, 23 Agustus 2009

Hubungan Suami istri/Senggama Selama hamil???



KeHaMiLan dengan Seks atau hubungan Suami Istri, Apakah berbahaya???

hal ini sering sekali saya temukan pada kasus ibu hamil anak pertama. tetapi ternyata setelah diteliti dari beberapa sampel, tidak hanya ibu hamil dengan anak pertama saja yang mempunyai masalah dengan tersebut... ternyata ada juga yang sudah mempunyai anak ke 3 pun merasa takut untuk melakukannya?? dengan berbagai alasan yang ditakutkan....

karena itu, so mari kita Kupas sedikit tentang hal tersebut. Selamat menyimak, membaca dan Mari Kita Belajar....

Kehamilan bukan masalah ataupun penghalang aktivitas seksual. Senggama boleh dilakukan selama kehamilan dalam keadaan sehat.

Konon, wanita hamil lebih mudah mencapai orgasme ganda. Hal ini terjadi karena berbagai hormon wanita dan hormon kehamilan mengalami peningkatan. ini menyebabkan perubahan pada sejumlah organ tubuh antara lain, payudara dan organ reproduksi, termasuk Vagina sehingga menjadi lebih sensitif dan responsif.

Libido (hasrat seksual) dan keinginan untuk menikmati hubungan intim selama masa kehamilan sangat bervariasi. umumnya dorongan seksual akan menurun di triwulan pertama (1 - 3 bulan). maklumlah perubahan hormon yang menimbulkan mual-mual membuat ibu merasa enggan berhubungan intim. Tetapi, memasuki triwulan ke 2 (4-6 bulan), dorongan seksual kembali meningkat. hal ini sejalan dengan hilangnya keluhan mual pada ibu. kemudian Libido ini menurun lagi pada triwulan ke 3 (7-9 bln) akibat ukuran dan berat janin yang semakin meningkat.

Tidak ada batasan waktu kapan saat yang tepat untuk bersenggama selama hamil. Asalkan kehamilan dinyatakan tidak memiliki resiko apapun, lakukanlah senggama kapanpun menginginkannya, bahkan sampai menjelang persalinan. dengan tetap menikmati aktivitas yang satu ini bersama suami, ibu dapat saling berbagi rasa takut maupun kekhawatiran, serta stress yang mungkin muncul selama masa kehamilan.

jika kehamilan beresiko, misalkan Letak plasenta tidak pada posisi yang seharusnya (plasenta previa), lebih baik berkonsultasi dulu ke Dokter. begitu juga kalau ibu mengalami Perdarahan selama Hamil, perdarahan ringan, seperti keluarnya flek-flek pada kehamilan triwulan pertama, maka TUNDA dahulu keinginan untuk melakukan hubungan intim.

Hubungan seksual selama hamil juga bermanfaat sebagai persiapan bagi otot-otot panggul untuk menghadapi proses kelahiran nanti.

Setelah melahirkan, sebaiknya senggama dilakukan setelah masa nifas (40 hari)

ingat !

sangat penting untuk menjaga kebersihan sebelum dan sesudah melakukan hubungan suami istri untuk mencegah terjadinya infeksi yang dapat berakibat terjadinya kelahiran Prematur.

Senin, 17 Agustus 2009

Marhaban Ya Ramadhan....




Ya Allah.. Engkau pertemukan lagi Kami dengan Ramadhanmu..


Ya Allah.. Terima kasih...




Terima kasih telah Engkau berikan Kemerdekaan Kepada Negeriku.. dan Engkau berikan kesempatan kepada Kami untuk menyambut Ramadhanmu...

Sabtu, 25 Juli 2009

Teori PERAN ???


Bu eeeeeeeeeeee.... bingung nyari teori PERAN ????? aihhhh... ok.. PUTRI....??? Bantuin atuh....dibantuin nihhh...he he



Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).



Peran adalah eksistensi kita.

Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh. Anda di posisi mana dalam suatu strata sosial dan sejauhmana pengaruh Anda. Itulah peran. Peran adalah kekuasaan dan bagaimana kekuasan itu bekerja, baik secara organisasi dan organis. Peran memang benar-benar kekuasaan yang bekerja, secara sadar dan hegemonis, meresap masuk, dalam nilai yang diserap tanpa melihat dengan mata terbuka lagi. Peran, adalah simbiosi yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, sebab dengan peran, ada yang dirugikan dan diuntungkan.Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.


peran ialah “the dynamic aspect of status” (aspek dinamis dari suatu status). Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton ini memberikan deskripsi mengenai posisi dan kedudukan dari status-peran.


Role SetMakna peran, menurut Suhardono, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran berarti katakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.Pengertian peran dalam kelompok pertama di atas merupakan pengertian yang dikembangkan oleh paham strukturalis di mana lebih berkaitan antara peran-peran sebagai unit kultural yang mengacu kepada hak dan kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya. Sedangkan pengertian peran dalam kelompok dua adalah paham interaksionis, karena lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peran.Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.Meninjau kembali penjelasan tentang peran secara historis, Bilton, et al. [1981] menyatakan, peran sosial mirip dengan peran yang dimainkan seorang actor, maksudnya orang yang memiliki posisi-posisi atau status-status tertentu dalam masyarakat diharapkan untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang bisa diprediksikan, seolah-olah sejumlah "naskah" (scripts) sudah disiapkan untuk mereka. Namun harapan-harapan yang terkait dengan peran-peran ini tidak hanya bersifat satu-arah. Seseorang tidak hanya diharapkan memainkan suatu peran dengan cara-cara khas tertentu, namun orang itu sendiri juga mengharapkan orang lain untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap dirinya. Seorang dokter dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sangat pribadi kepada pasien dan mengharapkan pasiennya menjawab dengan jujur. Sebaliknya si pasien mengharapkan dokter untuk merahasiakan dan tidak menyebarkan informasi yang bersifat pribadi ini ke pihak lain. Jadi peran sosial itu melibatkan situasi saling-mengharapkan (mutual-expectations).Peran sosial karena itu bukanlah semata-mata cara orang berperilaku yang bisa diawasi, tetapi juga menyangkut cara berperilaku yang dipikirkan seharusnya dilakukan orang bersangkutan. Gagasan-gagasan tentang apa yang seharusnya dilakukan orang, tentang perilaku apa yang "pantas" atau "layak", ini dinamakan norma.Harapan-harapan terpenting yang melingkupi peran sosial bukanlah sekadar pernyataan-pernyataan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tentang apa yang akan dilakukan seseorang, di luar kebiasaan, dan seterusnya, tapi norma-norma yang menggarisbawahi segala sesuatu, di mana seseorang yang memiliki status diwajibkan untuk menjalankannya. Jadi, peran-peran itu secara normatif dirumuskan, sedangkan harapan-harapan itu adalah tentang pola perilaku ideal, terhadap mana perilaku yang sebenarnya hanya bisa mendekati.Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
Role ConflictSetiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.
Role StrainAdanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah. Pertama, rasionalisasi, yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.


Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada konflik. Misalnya, orang yang percaya bahwa "semua manusia sederajat" tapi tetap merasa tidak berdosa memiliki budak, dengan dalih bahwa budak bukanlah "manusia" tetapi "benda milik."Kedua, pengkotakan (compartmentalization), yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi yang di acara seminar bicara berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.Ketiga, ajudikasi (adjudication), yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan dosa.Terakhir, kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan "kedirian" (self), sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai satu bentuk dari konflik peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka kadang-kadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung mereka mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan tindakan-tindakan mereka itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis dengan konsep jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. "Jarak peran" diartikan sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak terlibat sepenuhnya atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin dalam penampilan perannya. Ia melakukan komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang mengusulkan pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Ini merupakan tindakan mengambil jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi. Penampilan "jarak peran" menunjukkan adanya perasaan kurang terikat terhadap peranan. Pada sisi lain, "penyatuan diri" dengan peranan secara total merupakan kebalikan dari "jarak peran." Penyatuan diri terhadap peran tidak dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya, tetapi dari tindakan nyata yang dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan perannya bila ia menunjukkan semua kemampuan yang diperlukan dan secara penuh melibatkan diri dalam penampilan peran tersebut.

Daftar Pustaka
Farley, John E., 1992. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, hlm. 88-89.Hendropuspito, D., OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 105-107.Horton, Paul B., dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, (Alih Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari). Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm.129-130.Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, hlm. 50.Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan Andrew Webster. 1981. Introductory Sociology. Hong Kong: The Macmillan Press, Ltd., hlm.18.

Selasa, 09 Juni 2009

Teori KEPATUHAN ???


APA ITU KEPATUHAN ????
Sering saya mendengar dikala Mahasiswa cerita, begitu sangat tertarik untuk mengambil judul penelitian yang berhubungan dengan Pengetahuan, Motivasi dan Kepatuhan, . Tetapi saat berjalan di BAB II bagian ini, mereka selalu mengeluh begitu susahnya untuk mencari referensi. Smoga aja apa yang akan kita bahas tentang Kepatuhan ini bermanfaat buat semuanya. Baik pembaca yang membutuhkan informasi tentang Kepatuhan khususnya buat Mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhirnya.

Sub Pokok Bahasan : Konsep Kepatuhan
a. Pengartian Kepatuhan
b. Faktor-Faktor Yang Mendukung Kepatuhan Pasien
c. Pendekatan Praktis Untuk Meningkatkan Kepatuhan pasien
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
e. Derajat Ketidakpatuhan Ditentukan Oleh Faktor

Mari kita bahas dan Mohon Di simak. OK....

Konsep Kepatuhan
Pengertian
Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Sacket (dalam Niven, 2002: 192), mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Faktor-Faktor yang Mendukung Kepatuhan Pasien
Menurut Feuer Stein, et al (dalam Niven, 2002: 198), ada beberapa faktor yang dapat mendukung sikap patuh pasien, diantaranya:
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku dan lain-lain.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang lebih mandiri, harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan sementara pasien yang tingkat ansietasnya tinggi harus diturunkan terlebih dahulu. Tingkat ansietas yang terlalu tinggi atau rendah, akan membuat kepatuhan pasien berkurang.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan, seperti pengurangan berat badan dan lainnya.
d. Perubahan Model Terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.
Adalah suatu yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis.

Pendekatan Praktis untuk Meningkatkan Kepatuhan Pasien
Menurut DiNicola dan DiMatteo (dalam Niven, 2002: 194), menyebutkan ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kepatuhan pasien, yaitu:
1) Buat instruksi tertulis yang mudah diinterprestasikan.
2) Berikan Informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal lain.
3) Jika seseorang diberi suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat maka akan ada keunggulan yaitu mereka akan ada keunggulan dan berusaha mengingat hal yang pertama ditulis. Efek keunggulan ini telah terbukti
4) Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non- medis) dalam hal yang perlu ditekankan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi, jika ia salah paham tentang instruksi yang diterima. Ley dan Spetman (dalam Niven, 2002: 193), menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Hal ini disebabkan kegagalan petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap dan banyaknya instruksi yang harus diingat dan penggunaan istilah medis.

b. Kualitas interaksi
Menurut Korcsh dan Negrete (dalam Niven, 2002: 194) Kualitas interkasi antara petugas kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Ada beberapa keluhan, antara lain kurangnya minat yang diperlihatkan oleh dokter, penggunaan istilah medis secara berlebihan, kurangnya empati, tidak memperolah kejelasan mengenai penyakitnya. Pentingnya keterampilan interpersonal dalam memacu kepatuhan terhadap pengobatan.

c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat mempengaruhi dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Keyakinan seseorang tentang kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. Orang-orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki ego yang lebih lemah dan yang kehidupan sosialnya lebih memusatkan perhatian pada diri sendiri (Niven, 2002: 195).

Derajat Ketidakpatuhan Ditentukan oleh Faktor
Neil Niven (2002: 193), juga mengungkapkan derajat ketidakpatuhan itu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kompleksitas prosedur pengobatan.
b. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan.
c. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut.
d. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan.
e. Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup.
f. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan petugas kesehatan.

Sulit sekali menemukan teori yang membahas secara langsung kaitan antara motivasi dan kepatuhan. Tetapi kalau dilihat dari beberapa teori, seperti teori motivasi penguatan yang menyangkut ingatan individu mengenai pengalaman dan rangsangan respon konsekuensi. Individu akan termotivasi bila ia memberikan respon pada rangsangan pada pola tingkah laku konsisten sepanjang waktu (Widyatun, 1999: 13).


Menurut Mc. Donal (dalam Saediman, 2007: 73) mengatakan ”Motivasi dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu”.


Sedangkan menurut G.R. Terry (dalam Malayu, 2005: 143) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan apabila dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.


Berdasarkan beberapa prinsip pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa motivasi dapat menyebabkan individu dapat menerima berbagai konsekuensi, dapat menggerakkan mencapai tujuan tertentu, mau dan rela memberikan tenaga, pikiran, waktu untuk melakukan hal yang menjadi tanggung jawabnya dan dapat memelihara individu mampu bekerjasama dengan lingkungannya.

Dengan kata lain, motivasi dapat menjadikan individu taat dan patuh. Patuh dalam kamus ilmiah populer diartikan, sebagai tindakan taat, turut perintah, setia dan loyal akibat motif-motif internal individu (Culsum, 2006: 577). Sacket (dalam Niven, 2002) juga menambahkan, kepatuhan pasien adalah bentuk sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Teori MOTIVASI


Sub Pokok Bahasan : Konsep Motivasi
a. Pengertian Motivasi
b. Faktor Penggerak Motivasi
c. Bentuk-Bentuk Motivasi
d. Teori-Teori Motivasi
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
f. Cara Meningkatkan Motivasi
g. Fungsi Motivasi
h. Macam-Macam Motivasi
i. Tujuan Motivasi
j. Metode Motivasi

Konsep Motivasi
Pengertian Motivasi
Menurut Sardiman (2007: 73), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak.

Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman2007: 73), menyebutkan bahwa motivasi sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting yaitu: Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia (walaupun motivasiitu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia, Motivasi di tandai dengan munculnya, rasa/”feeling” yang relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, efeksi dan emosi serta dapat menentukan tinggkah-laku manusia, Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan dan tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.


Sedangkan menurut Azwar (2000: 15), motivasi adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekolompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerjasama secara optimal dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


Menurut Malayu (2005: 143), motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Motivasi (motivasion) dalam manajemen hanya ditujukkan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Sedangkan menurut Edwin B Flippo (dalam malayu 2005: 143), menyebutkan bahwa motivasi adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai.


Menurut American Enyclopedia (dalam malayu 2005: 143), menyebutkan bahwa motivasi sebagai kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentang) dalam diri seseorang yang membangkitkan topangan dan mengarahkan tindak-tanduknya. Sedangkan menurut G.R. Terry (dalam malayu 2005: 145) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan-tindakan. motivasi itu tampak dalam dua segi yang berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan apabila dilihat dari segi pasif/statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai peranggsang untuk dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.


Maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergantung dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.

Faktor Penggerak Motivasi
Menurut Peterson dan Plowman (dalam malayu, 2005: 142) mengatakan bahwa faktor penggerak motivasi seseorang meliputi:
a. Keinginan untuk hidup.
Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat makan dan makan dapat melanjutkan kehidupannya.
b. Keinginan untuk memiliki sesuatu.
Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekrja.
c. Keinginan akan kekuasaan.
Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah diatas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja.
d. Keinginan akan adanya pengakuan.
Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian, setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan kebutuhan (needs) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil kerjanya.

Bentuk-Bentuk Motivasi
a. Motivasi Instrinsik
Adalah motivasi yang menjadi sifat, datangnya dari dalam individu sendiri atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan (drive) untuk melakukan sesuatu.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ini timbul bukan berasal dari individu, melainkan terjadi karena adanya pengaruh dari luar atau datang dari luar. Rangsangan dari luar dapat berupa anjura, paksaan, imbalan, pengaruh lingkungan dan sebagainya.
c. Motivasi Terdesak
Motivasi yang muncul dalam kondisi terdesak atau terjepit dan munculnya serentak, menghentak dan cepat sekali hadir dalam perilaku individu.
d. Motivasi Ipoleksosbud-Hankam
Motivasi ini berhubungan dengan idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Yang sering muncul dari berbagai bentuk motif ini adalah motivasi sosial, karena manusia adalah makhluk sosial (Widyatun, 1999: 114).

Teori-Teori Motivasi
a. Teori Motivasi Kebutuhan
Teori ini menitikberatkan pada pengenalan rangsangan dari dalam atau kebutuhan individu. Teori ini dikembangkan oleh Maslow dengan need hierarchy theory, yang mana kebutuhan manusia diklasifikasikan dalam lima jenjang. Mulai dari yang paling rendah sampai jenjang paling tinggi. Jenjang kebutuhan itu meliputi: kebutuhan biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan dcintai dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri (Malayu, 2005: 153).


b. Teori Motivasi Dorongan
Teori ini menyebutkan bahwa tingkah laku individu didorong ke arah suatu tujuan tertentu, karena adanya kebutuhan. Dorongan (drive) tersebut, dibawa sejak lahir atau bersifat intrinsik. Dorongan dapat dipelajari dan berasal dari pengalaman-pengalaman masa lalu, sehingga berbeda untuk tiap orang (Malayu, 2005: 158).

c. Teori Motivasi Keadilan
Teori ini berprinsip bahwa individu akan termotivasi, bila mereka mengalami kepuasan dan diterima dari upaya proporsi atau usaha yang dilakukan (Widyatun, 1999: 113).

d. Teori Motivasi Harapan
Teori ini berpikir atas dasar harapan hasil prestasi valensi dan harapan prestasi usaha (Widyatun, 1999: 113).

e. Teori Motivasi Penguatan
Teori ini menyangkut ingatan individu mengenai pengalaman dan rangsangan respon konsekuensi. Individu akan termotivasi bila ia memberikan respon pada rangsangan pada pola tingkah laku konsisten sepanjang waktu (Widyatun, 1999: 113).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
a. Faktor fisik dan proses mental.
b. Faktor hereditas, lingkungan (environmental), kematangan dan Usia.
c. Faktor intrinsik individu.
d. Fasilitas (sarana dan prasarana).
e. Situasi dan kondisi.
f. Program dan aktivitas.
g. Media audio-visual (Widyatun, 1999: 115).

Cara Meningkatkan Motivasi
1. Dengan teknik verbal
a) Berbicara untuk membangkitkan semangat
b) Pendekatan pribadi
c) Diskusi dan sebagainya
2. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan)
3. Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada
4. Supertisi, kepercayaan akan sesuatu secara logis namun membawa keberuntungan.
5. Citra (image) yaitu dengan imajinasi atau daya khayal yang tinggi, makan individu akan termotivasi (Widyatun, 1999: 116).

Fungsi motivasi
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbutan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman, 2007: 85 ).

Macam-macam motivasi
Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu:
1. Motivasi dilihat dari dasar pembuntukannya
a) Motif-motif bawaan yaitu motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari, misalnya: dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk bekerja, untuk beristirahat, dordngan seksual. Motif ini sering disebut motif- motif yang disyaratkan secara bioligis.
b) Motif-motif yang dipelajari adalah motif yang timbul karena dipelajari, misalnya: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif ini sering motif- motif yang diisyaratkan secara sosial.
2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
a) Motif atau kebutuhan organis, meliputi: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat.
b) Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk memburu. Motivasi jenis ini timbul karena adanya rangsangan dari luar.
c) Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat. Motif-motif ini muncul karena dorongan untuk dapat menghadapi dunia luar secara efektif.
3. Motivasi rohaniah dan jasmaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi jasmani seperti: reflek, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah adalah kemauan.
4. Motivasi intrinsik dan esktrinsik
a) Motivasi intrinsik
Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau fungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
b) Motivasi esktrinsik
Yang dimahsud motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi kerena adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2007: 86).

Tujuan motivasi
1) Meningkatkan moral dan kepuasa seseorang.
2) Meningkatkan produktivitas seseorang.
3) Mempertahankan kestabilan seseorang.
4) Meningkatkan kedisiplinan seseorang.
5) Mengefiktifkan pengadaan seseorang.
6) Menciptakan suasana dan huungan yang baik.
7) Miningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seseorang.
8) Meningkatkan kesejahteraan seseorang.
9) Mempertinggi rasa tanggungjawab seseorang terhadap tugas-tugasnya (malayu, 2005: 146).

Metode motivasi
Ada dua metode motivasi yaitu motivasi langsung dan metivasi tidak langsung’
a. Motivasi langsung (Direct motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kegutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangn, dan bonus.
b. Motivasi tidak langsung (indirect motivation)
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah seseorang/kelancaran tugas sehingga seseorang betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya (malayu, 2005:149).

Teori Pengetahuan ???

Apa juga ya Pengetahuan itu ????

Sub Pokok Bahasan : Konsep Pengetahuan
1. Pengertian
2. Tingkat Pengetahuan
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
4. Proses Prilaku Tahu
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
6. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Konsep Pengetahuan
Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. (Notoatmodjo, 2003)
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.

Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoadmodjo, 2003)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.


b. Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.


c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.


d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.


e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.


f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoadmojo,2003:11 adalah sebagai berikut :
1. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
a. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan maungkin lsebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

b. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai Upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

Proses Prilaku TAHU
Menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung dari maupun tidak apat diamati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
2. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) individu aka mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru
5. Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus

Pada penelitian selanjutnya, Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (ling lasting) namun sebaliknya jika perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka perilaku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama. Perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
a. Faktor Internal
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.


2. Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.


3. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor Eksternal
1. Faktor Lingkungan
Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (3 lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
2. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Baik : Hasil presentase 76% - 100%
2. Cukup : Hasil presentase 56% – 75%
3. Kurang : Hasil presentase <>

Jumat, 29 Mei 2009

PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)

bahaya dari Defisiensi VIT K

PERDARAHAN AKIBAT DEFISIENSI VITAMIN K (PDVK)

Pengertian
PDVK adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan karena proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999). Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan.

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-1,7%. Angka kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang tidak memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir.

Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di antaranya ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand angka PDVK adalah 1:1.200 bayi.10 Angka kejadian pada kedua negara ini menurun setelah diperkenalkannya pemberian vitamin K profilaksis pada semua bayi baru lahir.

Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand dilaporkan sebanyak 82% atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di Inggris 10 kasus dari 27 penderita atau sebesar 37%. Sedangkan di India angka kejadian PDVK dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000 bayi yang tidak mendapat vitamin K profilaksis saat lahir.

Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 1990-2000 terdapat 21 kasus PDVK. Tujuh belas kasus (81%) mengalami komplikasi perdarahan intrakranial dengan angka kematian 19% (Catatan Medik IKA-RSCM tahun 2000).

Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.

Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat kelainan tersebut bermanifestasi (Sutor dkk 1999, Von Kries 1999).
• Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens yang dilaporkan atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K adalah antara 6-12% (tinjauan oleh Sutor dkk 1999).

• Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens dilaporkan bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh.

• Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20 per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30% (Loughnan dan McDougall 1993).

Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.

Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
• Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).

• Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.

• Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.

Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan.

Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna.30

Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.

Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X) ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan, masa protrombin dan masa tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit biasanya normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik.

Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi kompleks protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II), pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran areptilase time yang menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis.

Komplikasi
Komplikasi pemberian vitamin K antara lain reaksi anafilaksis (bila diberikan secara IV), anemia hemolitik, hiperbilirubinemia (dosis tinggi) dan hematoma pada lokasi suntikan.

Profilaksis
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an. Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research Council (NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.

Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3 kali dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal tentang pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit harus memiliki protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.3 Selandia Baru sejak tahun 1995 telah merekomendasikan profilaksis vitamin K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan British Columbia pada Maret 2001 dan Canadian Paediatric Society tahun 2002.

Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu (1960-1970) setengah dari persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan sehingga Isarangkura meminta perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche, Basel) serta melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal yang dapat dilakukan secara rutin.

Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah, cara pemberian dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis vitamin K secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang.

Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan 0,5–1 mg IM untuk bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand pada tahun 1994-1998.

Insidens PDVK lambat laun menurun dari 30-70 per 100.000 kelahiran menjadi 4-7 per 100.000 kelahiran. Sejak 1999 semua bayi baru lahir diberikan vitamin K profilaksis IM karena sebagian besar persalinan terjadi di rumah sakit. Vitamin K profilaksis IM ini diberikan bersama dengan imunisasi rutin seperti Hepatitis B dan BCG.

Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral.
• Intramuskular, dengan dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal diberikan pada waktu bayi baru lahir.

• Oral, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu.

Efektivitas Profilaksis
Cornelissen dkk23 (1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK lambat yang dilakukan di Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan dengan strategi sama dan dibandingkan angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi pemberian vitamin K, yaitu
1) pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk bayi yang mendapat ASI (Belanda);
2) 3x1 mg secara oral (Australia: January 1993 – Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember 1994);
3) 1 mg IM (Australia: Maret 1994);
4) 2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss).

Angka kegagalan per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3 di Jerman, 2,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 3,6 di Swiss.
Angka kegagalan setelah profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K IM; profilaksis dosis rendah 25 g/hari untuk bayi yang mendapat ASI mungkin sama efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral.

Isarangkura dkk17 (Thailand, 1989) telah melakukan evaluasi pengaruh pemberian vitamin K profilaksis dosis tunggal pada bayi baru lahir peroral dibandingkan dengan cara parenteral pada waktu lahir. Dua ratus enam puluh enam bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok 1 mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4 mendapat vitamin K oral pada waktu 2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg.

Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna dalam rerata kadar kompleks protrombin.17 Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir peroral 2 mg ternyata sangat menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa seharusnya semua bayi baru lahir mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun parenteral. Pemberian vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara pemberian sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi.

Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral (Tabel 2).

Konsensus berbagai organisasi profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter kebidanan, bidan dan perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat profilaksis vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan pemberian secara IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali yaitu pada waktu baru lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu.

Jika bayi muntah dalam waktu satu jam setelah pemberian oral maka pemberiannya harus diulang. Hal ini juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun 2000, Newborn Services Medical Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan British Columbia Reproductive Care Program pada tahun 2001

International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk24 (tahun 1999) menyatakan bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM sama efektif dalam mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif dalam mencegah PDVK lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM.

Intramuskular
American Academy of Pediatricians (AAP) (tahun 2003) merekomendasikan bahwa Vitamin K harus diberikan kepada semua bayi baru lahir secara IM dengan dosis 0,5-1 mg.25 Canadian Paediatric Society (1997) juga merekomendasikan pemberian vitamin K secara IM. Metode ini lebih disukai di Amerika Utara karena efikasi dan tingkat kepatuhan yang tinggi.

Oral
AAP juga menyatakan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efikasi, keamanan, bioavailabilitas dan dosis optimal vitamin K oral sediaan baru (KMM) untuk mencegah PDVK lambat.25 Cara pemberian oral merupakan alternatif pada kasus-kasus bila orangtua pasien menolak cara pemberian IM untuk melindungi bayi mereka dari nyeri karena injeksi IM.3,5 Di samping itu untuk keamanan, bayi yang ditolong oleh dukun bayi, sebaiknya diberikan secara oral.

Cara pemberian vitamin K secara IM lebih disukai dengan alasan berikut ini:3,4,5,12
• Absorpsi Vitamin K1 oral tidak sebaik vitamin K1 IM, terutama pada bayi yang menderita diare.
• Beberapa dosis vitamin K1 oral diperlukan selama beberapa minggu. Sebagai konsekuensinya, tingkat kepatuhan orang tua pasien merupakan suatu masalah tersendiri.
• Mungkin terdapat asupan vitamin K1 oral yang tidak adekuat karena absorpsinya atau adanya regurgitasi.
• Efektivitas vitamin K1 oral belum diakui secara penuh.

Harga vitamin K profilaksis IM 1 mg berkisar antara US$ 0,5-1 per dosis untuk setiap bayi baru lahir. Bank Dunia mengklasifikasikan intervensi disability-adjusted life years (DALY) kurang dari US$ 100 adalah paling efektif.12

Hubungan Profilaksis Vitamin K dan Kanker pada Anak
Tidak ada cukup bukti yang mendukung hubungan profilaksis vitamin K dengan insidens kanker pada anak di kemudian hari. Hal ini berdasarkan pada satu penelitian yang melibatkan 54.000 kelahiran di Amerika Serikat, satu penelitian yang melibatkan 1.383.000 bayi di Swedia, dua penelitian case control terhadap 132 dan 272 anak dengan kanker, penelitian case control berbasis pada populasi pada 515 anak di Skotlandia, dan penelitian case control lain atas 685 anak penderita kanker.5,8,26,27
Penelitian case control dilakukan oleh Von Kries dkk28 (1996) terhadap 272 anak yang menderita leukemia dan kanker lainnya untuk mengetahui hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak. Didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pemberian profilaksis vitamin K IM dengan terjadinya kanker pada anak.

Kelompok kerja vitamin K AAP meninjau ulang laporan yang dikemukakan oleh Golding dkk serta informasi lain, juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pemberian vitamin K IM dengan leukemia pada anak atau kanker anak lainnya.25

untuk Lebih jelasnya, ada juga di materi APN Update tahun 2009 yang sudah plus IMD... tapi teorinya nyusul lagi ya... Selamat Membaca.......Moga Manfaat

Apakah Vitamin K itu ???

Apakah Vitamin K itu ??

Sebelum kita membahas Vit K1 kita bahas dahulu tentang Vit K.....



PENGERTIAN VITAMIN K
Vitamin K dari “Koagulations-Vitamin” dalam Bahasa Jerman dan Bahasa Denmark merujuk pada sebuah kelompok lipophilic, vitamin hydrophobic yang dibutuhkan untuk modifikasi pasca-terjemah dari berbagai macam protein, terutama banyak dibutuhkan untuk proses pembekuan darah. Secara kimia vitamin ini terdiri dari turunan 2-methyl-1,4-naphthoquinone.


Vitamin K2 (menaquinone, menatetrenone) secara normal diproduksi oleh bakteri dalam saluran pencernaan, dan defisiensi gizi akibat diet yang sangat jarang kecuali saluran pencernaan mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga tidak dapat menyerap molekul.

Vitamin K merupakan salah satu dari factor pembeku darah. Vitamin K sangat penting untuk pembentukan protrombin yang memungkinkan darah membeku, dan ternyata kadarnya dianggap “ rendah” pada bayi baru lahir. Kadar vitamin K “ rendah” adalah normal, dan secara fisiologis diharapkan pada bayi baru lahir. Pada beberapa hari dan beberapa minggu awal setelah kelahiran bayi akan membentuk pasokan vitamin K dari makanan.

SUMBER VITAMIN K
Ada dua jenis vitamin K alamiah yaitu berasal dari tanaman yang larut lemak dan dari flora usus yang larut air. Asupan utama vitamin K pada bayi bersumber dari susu, hanya sebagian kecil yang berasal dari usus si bayi. Khusus bayi yang baru lahir, vitamin K juga bisa bersumber dari ibundanya saat persalinan. Namun, vitamin K dari ibu bisa tidak sampai bila terjadi gangguan plasenta dan ari-ari. Selain itu, fungsi hati, tempat metabolisme vitamin K, juga belum matang menambah risiko si kecil kekurangan vitamin K.

Ada dua kelompok preparat vitamin K:
a. Preparat yang larut air ( menadion)Penggunaan preparat ini merupakan kontra indikasi pada neonatus, bayi, kehamilan stadium lanjut. Merupakan vitamin buatan bagi mereka yang tak mampu menyerap dari makanan.

b. Preparat yang larut lemak (fitomenadion)


FUNGSI VITAMIN K
Vitamin K diperlukan untuk pembentukan tulang pada janin dan factor – factor pembekuan II, VII, IX, X. Faktor – factor anti pembekuan protein C dan S dalam hati .vitamin K berguna untuk mengkatkan biosintesis factor pembeku darah yaitu protrombin, factor VII / prokonvertin, factor IX, factor X hingga membantu proses pembekuan darah dan mencegah terjadinya perdarahan bila mengalami luka

DEFIENSI VITAMIN K
Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan perdarahan. vitamin ini bersifat larut dalam lemak disipan didalam hati dan dapat mengalami defisiensi pada keadaan malabsorbsi ( misalnya pada pasien penyakit coeliac ).

Defisiensi vitamin K berkaitan dengan:
1. Neonatus yang ibunya pernah mendapatkan obat – obat anti epilepsy, antikoagulan/antituberculosis dalam periode antenatal.

2. Neonatus ( khususnya bayi yang prematur)

3. Defisiensi makanan yang meliputi pemberian nitrisi parenteral yang lama

4. Malabsorbsi

5. Gangguan flora usus karena pemberiaan antibiotic

6. Penyakit hepar (yang meliputi penyakit yang ada kaitannya dengan konsensi alcohol) dan penyakit / pembedahan pada traktus biliaris

7. Terapi anti koagulan oral



Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan:
1. Hipoprotrombinemia dan menurunnya beberapa factor pembekuan darah sehingga terjadi perdarahan spontan

2. Mudah terjadi perdarahan, gangguan metabolisme tulang Belum diketahui. Kemungkinan menyebabkan kuning pada bayi premature

KELAINAN PERDARAHAN PADA BAYI BARU LAHIR

Penyakit ini telah dibagi menjadi 3 kategori :
a. Awitan dini
Pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam yang mengenai neonatus yang ibunya pernah mendapatkan obat – obat yang mempegaruhi metabolisme vitamin K, misalnya warfarin, fenitoin, barbiturate, rifampisin, isoniasid

b. Klasik
Pada usia bayi 2 – 7 hari ketika perdarahan umumnya terjadi dari umbilicus/ traktus gastrointestinal dan biasanya sembuh sendiri

c. Awitan lanjut
Pada usia 8 hari hingga 12 bulan, yang terutama terjadi pada bayi – bayi yang mendapatkan ASI kategori ini meliputi perdarahan intracranial dengan awitan yang mendadak dengan gejala sisa yang serius. Defisiensi vitamin K dapat dipicu oleh diare malabsorbsi misalnya sesudah pemberian antibiotic dalam waktu yang lama.

Faktor – factor resiko lainny adalah trauma lahir, diare kronis, kistik fibrosis, sindrom malabsorsi, penyakit hati, atresia bilier, defisiensi anti tripsin α- 1.

FARMAKOKINETIK VITAMIN K
Pemberian vitamin K dapat secara oral, intramuscular, intravena. Rute intravena diberikan untuk keadaan emergency, seperti hemoragi. Rute dan dosis pemberian vitamin K untuk neonatus menjadi subjek kontroversi, secara oral tampaknya memberikan perlindungan baik dari awitan HDN klasik dan lanjut.

Pemberiannya dianjurkan pada saat lahir dan pada empat sampai 10 hari untuk semua bayi, diikuti dengan dosis lanjutan pada satu bulan untuk bayi menyusu.
Melalui penyuntikan vitamin K sebanyak 1 mg pada semua bayi baru lahir.Kelebihan: kadar dalam darah lebih tinggi dan bertahan lama, bisa disimpan lebih lama, penyerapannya lebih baik, dan hanya sekali pemberian.

Kekurangan: harus lewat suntikan. Melalui vitamin K yang diminum sebanyak 2 mg pada bayi baru lahir.

Kelebihan: lebih sederhana, lebih mudah, risiko lebih kecilKekurangan: lebih mahal, sulit untuk memberi dosis ulang, tidak bisa dipastikan penyerapannya ke dalam tubuh.

Absorsi preparat oral mungkin terlalu lambat untuk mencegah awitan dini penyakit pada neonatus resiko tinggi, yang harus diberi vitamin K intramuscular pada saat lahir.

Perbandinggan internasional menunjukkan bahwa pemberian oral kurang efektif dibandingkan profilaksis intramuscular.Metabolisme : vitamin K dengan cepat dimetabolisme dan dikeluarkan melalui hati dan ginjal.

EFEK SAMPING VITAMIN K
Vitamin K pada bayi baru lahir telah dikaitkan dengan anemia hemolitik, hiperbilirubenia dan kernikterus, terutama pada bayi premature dan bayi dengan defisiensi glukosa 6 – fosfat dehidrogenase ( G6PD) atau defiensi vitamin E. masalah ini cukup jarang dengan fitomenadion daripada menadiol.Vitamin K oral secara umum ditoleransi baik tetapi mungkin menyebabkan mual, sakit kepala, atau flushing. Pada gagal hati fungsi hati akan terus terdepresi.

KONTRAINDIKASI
Vitamin K peranteral harus diberikan dengan kewaspadaan pada bayi dengan bayi berat kurang dari 2,5 kg karena peningkatan resiko kernikterus.

PENYIMPANAN
Preparat suntikan intramuscular vitamin K harus disimpan dalam wadah yang resisten cahaya dengan sushu dibawah 25 0C penyimpanan dalam freezer harus dihindari dan larutan yang tampak keruh tidak boleh digunakan. Vitamin K merupakan preparat yang bersifat iritatif, karena itu kontak kulit dengan pemberian obat dan penerimanya harus dihindari

CONTOH PRODUK VITAMIN K YANG SERING DIGUNAKAN
Neo-KPhytonadione2mg /mL INJEKSI

Komposisi:
Setiap mL larutan mengandung : phytonadione 2mg

Cara kerja obat:
Phytonadione ( vitamin K1 ) diperlukan untuk pembentukan faktor pembekuan darah dalam hati seperti factor II ( protrombin), VII, IX, dan X.Phytonadione ( vitamin K1) berperan sebagai koenzim pada karboksilasi rantai samping yang mengandung asam glutamate. Senyawa karboksi glutamil yang dihasilkan mengubah precursor menjadi factor pembekuan aktif yang kemudian dikeluarkan oleh sel hati dalam darah

Indikasi :Profilaksis dan pengobatan hemorrhage pad bayi yang baru lahir.

Kontra indikasi :Hipersensitifitas terhadap phytonadione ( vitamin K1)

Efek samping :
1. hiperhilirubinemia dilaporkan pernah terjadi pada bayi baru lahir jika obat diberikan melebihi dosis yang di anjurkan

2. sianosis, kolapsvaskular perifer, muka memerah, berkeringat, rasa nyeri di dada, hiperhidrosis, syok, reaksi hipersensitif, termasuk reaksi anafilaktik dan kematian pernah dilaporkan terjadi melalui pemberian secara intra vena. Pemberian secara intra vena sebaiknya dihindari.

3. iritasi local seperti rasa sakit, bengkak dan perih dapat terjadi ditempat obat diinjeksikan.

4. pemberian secara parenteral pada bayi baru lahir / neonatus dapat menyebabkan anemia hemolitik dan hemoglobinuria.

Peringatan dan perhatian :
1. efek koagulasi phytonadione ( vitamin K1) akan dihasilkan 1-2 jam setelah obat diberikan.

2. tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan

3. phytomenadione ( vitamin K1) merupakan antagonis dari antikoagulan kumarin namun tidak dapat menghambat kerja antikoagulan dari heparin.

4. phytomenadione ( vitamin K1 ) mudah terdegradasi oleh cahaya, simpan sediaan yang terlindungi oleh cahaya.

5. hindari penggunaan secara inra vena.

Interaksi obat :Phytonadione ( vitamin K1 ) merupakan antagonis dan anti koagulan kumarin

Dosis :
1. profilaksis hemorrhage pada bayi yang baru lahir : 0,5mg – 1mg pytonadione ( vitamin K1 ) biberikan secara IM, 1-6 jam setelah bayi dilahirkan

2. pengobatan hemorrhage pada bayi baru lahir : 1mg phytonadione (vitamin K! ) diberikan secara I.M atau S.C.

packging :box, 5 ampul @ 1 mL

cara penyimpanan :simpan dibawah suhu 30 C terlindung dari cahaya.

Profilaksis Vit K1 bayi baru lahir

Pentingnya Profilaksis Vit K1 Asuhan Bayi segera setelah Lahir


PROFILAKSIS VIT K 1 PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR
PENTINGKAH ???? Mari kita pelajari ???

Strategi pembangunan kesehatan menuju "Indonesia Sehat 2010" mengisyaratkan bahwa seluruh pembangunan kesehatan ditujukan kepada upaya menyehatkan bangsa. Indikator keberhasilan penyehatan bangsa antara lain adalah angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian ibu dan angka kematian bayi.


Selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, terlihat adanya penurunan angka mortalitas dan morbiditas neonatal secara bermakna di seluruh dunia, namun penurunan tersebut lebih terlihat nyata di negara-negara maju dibanding di negara sedang berkembang.



Indonesia sebagai negara sedang berkembang, mempunyai angka kematian bayi (AKB) 41,4 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 1997) yang diproyeksikan akan menjadi 18 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2025), sehingga perlu upaya yang keras dalam mencapai sasaran tersebut. Salah satu upaya menurunkan AKB adalah dengan mencegah terjadinya perdarahan otak pada bayi baru lahir sebagai akibat kekurangan vitamin K1. Di beberapa negara Asia angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat defisiensi vitamin K (PDVK) berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup (Thailand). Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir.1,2



Permasalahan akibat PDVK adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka kematian 10-50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu–6 bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-50%. Data PDVK secara nasional di Indonesia belum tersedia. Sedangkan data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM (tahun 1990-2000) menunjukkan terdapatnya 21 kasus, 17 (81%) di antaranya mengalami komplikasi perdarahan intrakranial (catatan medik IKA RSCM 2000).



Terdapat berbagai penyebab terjadinya PDVK pada bayi, antara lain rendahnya kandungan vitamin K pada air susu ibu (ASI) serta belum sempurnanya fungsi hati pada bayi baru lahir terutama bayi kurang bulan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kebijakan nasional penambahan vitamin K pada bayi guna menunjang program pemberian ASI eksklusif di Indonesia dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi baru lahir.

Permasalahan
Bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan cadangan vitamin K dalam hati yang relatif lebih rendah dibanding bayi yang lebih besar. Sementara itu pasokan vitamin K dari ASI rendah, sedangkan pasokan vitamin K dari makanan tambahan dan sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir cenderung mengalami defisiensi vitamin K sehingga berisiko tinggi untuk mengalami perdarahan intrakranial.



Di Indonesia pemberian vitamin K pada bayi baru lahir sudah dilakukan, namun belum ada laporan resmi secara regional maupun nasional mengenai pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir, dan apakah pemberian vitamin K ini merupakan suatu standar pelayanan yang harus diberikan kepada semua bayi baru lahir atau hanya diberikan kepada bayi yang memiliki risiko saja (bayi dengan berat lahir rendah / BBLR, bayi lahir dengan tindakan yang traumatis, bayi lahir dengan ibu yang mengkonsumsi obat antikoagulan, obat antikonvulsan, dll) masih merupakan kontroversi.



Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai suatu penuntun baku mengenai cara pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai apakah vitamin K lebih efektif diberikan secara intramuskular (IM) atau oral, bilamana waktu pemberian, berapa dosis pemberian, siapa yang berwenang memberikan, apakah diberikan secara massal atau pada kasus tertentu saja, dan berapa biayanya.



Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione) dan vitamin K1 (phytomenadione). Banyak negara di dunia merekomendasi vitamin K1. Australia sudah menggunakan vitamin K1 (Konakion®) sebagai regimen profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961), sehingga diperlukan kajian tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K1 sebagai preparat yang mungkin lebih stabil.3



Di lain pihak terdapat kekhawatiran tentang hubungan antara profilaksis vitamin K dengan kejadian kanker pada anak. Kekhawatiran ini muncul setelah adanya penelitian yang dipublikasikan oleh Golding dkk pada tahun 1992 yang menyatakan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker anak pada bayi yang mendapat profilaksis vitamin K intramuskular, namun penelitian-penelitian lain membantah hal ini.5,8,20,21



Dalam KONIKA (Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak) XI tahun 1999 di Jakarta dan Kongres Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) ke VIII tahun 1998 di Surabaya dan ke IX tahun 2001 di Semarang telah dibahas dan direkomendasikan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal inilah yang mendorong dilakukannya kajian terhadap pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir.



Tujuan
Tujuan Umum
Mencegah kejadian, menurunkan angka kesakitan, angka kematian dan angka kecacatan pada bayi akibat PDVK dengan cara pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir di Indonesia.
Tujuan Khusus
Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi pemerintah dalam menetapkan kebijakan program pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir di Indonesia.

Rabu, 27 Mei 2009

SeNaM HaMiL

Pentingkah dilakukan Senam hamil dan apakah berguna menjelang Persalinan.............. ???????

Senam untuk Ibu Hamil
Cara melakukan senam ini sangatlah mudah, tapi perlu untuk melakukannya secara rutin dan terus menerus.

Tujuan dari senam ini terdiri dari 2 macam:
1. Untuk mengurangi dan mencegah timbulnya gejala-gejala yang menggangu selama masa kehamilan seperti sakit pinggang, bengkak kaki, dll
2. Mengurangi ketegangan otot-otot sendi sehingga mempermudah kelahiran

Yang Perlu Diperhatikan !
Senam ibu hamil dihentikan jika ada sakit perut, perdarahan, demam dan kondisi tubuh yang kurang sehat.

Senam di masa kehamilan Senam untuk kaki
1. Duduklah dengan kaki diluruskan ke depan dengan tubuh bersandar tegak lurus (rileks)
2. Tarik jari-jari kaki ke arah tubuh secara perlahan-lahan lalu lipat ke depan.
3. Lakukan sebanyak 10 kali, penghitungan sesuai gerakan
4. Tarik kedua telapak kaki kearah tubuh secara perlahan- lahan dan dorong kedepan. Lakukan sebanyak 10 kali, penghitungan sesuai gerakan

Senam duduk bersila
1. Duduklah bersila.
2. Letakkan kedua telapak tangan di atas lutut.
3. Tekan lutut ke bawah dengan perlahan-lahan
4. Lakukanlah sebanyak 10 kali. Lakukan senam duduk bersila ini selama 10 menit sebanyak 3 kali sehari.







Cara tidur yang nyaman
Berbaringlah miring pada sebelah sisi dengan lutut ditekuk
Tidurlah dengan posisi yang nyaman!


Senam untuk pinggang ( posisi terlentang)
1. Tidurlah terlentang dan tekuklah lutut jangan terlalu lebar, arah telapak tangan ke bawah dan berada di samping badan.




2. Angkatlah pinggang secara perlahan
3. Lakukanlah sebanyak 10 kali

Senam untuk pinggang ( posisi merangkak)
1. Badan dalam posisi merangkak
2. Sambil menarik nafas angkat perut berikut punggung ke atas dengan wajah menghadap ke bawah membentuk lingkaran.
3. Sambil perlahan-lahan mengangkat wajah hembuskan nafas, turunkan punggung kembali dengan perlahan (gbr 6)
4. Lakukanlah sebanyak 10 kali




Senam dengan satu lutut
1. Tidurlah terlentang, tekuk lutut kanan
2. Lutut kanan digerakkan perlahan ke arah kanan lalu kembalikan (gbr 7)
3. Lakukanlah sebanyak 10 kali
4. Lakukanlah hal yang sama untuk lutut kiri

Senam dengan kedua lutut

1. Tidurlah terlentang, kedua lutut ditekuk dan kedua lutut saling menempel
2. Kedua tumit dirapatkan, kaki kiri dan kanan saling menempel.
3. Kedua lutut digerakkan perlahan-lahan ke arah kiri dan kanan (gbr 8)
4. Lakukan sebanyak 8 kali

Cara pernafasan saat persalinan Latihan untuk saat persalinan
1. Cari posisi yang nyaman Misalnya: duduk bersandar antara duduk dan berbaring serta kaki diregangkan, posisi merangkak, duduk di kursi dengan bersandar ke depan, dll
a. Tarik nafas dari hidung dan keluarkan melalui mulut
b. Usahakan tetap rileks

2. Cara mengejan
1. Cari posisi yang nyaman/ posisi ibu antara duduk dan berbaring serta kaki direnggangkan
2. Perlahan-lahan tarik nafas sebanyak 3 kali dan pada hitungan ke-4 tarik nafas kemudian tahan nafas, sesuai arahan pembantu persalinan.
3. Mengejan ke arah pantat

Cara pernafasan pada saat melahirkan
Cara ini dilakukan jika bidan mengatakan tidak usah mengejan lagi
1. Letakkanlah kedua tangan di atas dada
2. Bukalah mulut lebar-lebar bernafaslah pendek sambil mengatakan hah-hah-hah

Senam untuk memperlancar ASI
1. Lipat lengan ke depan dengan telapak tangan digenggam dan berada di depan dada, gerakkan siku ke atas dan ke bawah
2. Lipat lengan ke atas hingga ujung jari tengah menyentuh bahu, dalam posisi dilipat lengan diputar dari belakang ke depan, sehingga siku-siku bersentuhan dan mengangkat payudara lalu bernafaslah dengan lega
3. Lakukan sebanyak 2x















Sabtu, 23 Mei 2009

Making Pregnancy Safer (MPS)

Making Pregnancy Safer (MPS)

Dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, pemerintah melalui Departemen Kesehatan dewasa ini menerapkan Strategi Making Pregnancy Safer (MPS), atau ‘Membuat Kehamilan Lebih Aman’, yang merupakan penajaman dari kebijakan sebelumnya tentang ‘Penyelamatan Ibu Hamil’. Strategi MPS yang memberi penekanan kepada aspek medis, walaupun tidak mengabaikan aspek non-medis.

Indonesia telah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010 pada 12 Oktober 2000 sebagai bagian dari program Safe Motherhood. Dalam arti kata luas tujuan Safe Motherhood dan Making Pregnancy Safer sama, yaitu melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. MPS merupakan strategi sektor kesehatan yang fokus pada pendekatan perencanaan sistematis dan terpadu dalam melaksanakan intervensi klinis dan pelayanan kesehatan. MPS dilaksanakan berdasarkan upaya-upaya yang telah ada dengan penekanan pada pentingnya kemitraan antara sektor pemerintah, lembaga pembangunan, sektor swasta, keluarga dan anggota masyarakat.
Melalui MPS diharapkan seluruh pejabat yang berwenang, mitra pembangunan dan pihak-pihak lain yang terlibat lainnya untuk melaksanakan upaya bersama dalam meningkatkan kemampuan pelayanan kesehatan guna menjamin pelaksanaan dan pemanfaatan intervensi yang efektif berdasarkan bukti ilmiah (evidence based). Perhatian difokuskan pada kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat yang menjamin agar ibu dan bayi baru lahir mempunyai akses terhadap pelayanan yang mereka butuhkan bilamana diperlukan, dengan penekanan khusus pada pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terampil pada saat melahirkan serta pelayanan yang tepat dan berkesinambungan.

Strategi MPS mendukung target internasional yang telah disepakati. Dengan demikian, tujuan global MPS adalah untuk menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir sebagai berikut:
a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990.
b. Menurunkan angka kematian bayi menjadi kurang dari 35/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Berdasarkan lesson learned dari upaya Safe Motherhood, maka pesan-pesan kunci MPS adalah:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Visi
Dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS adalah:Semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman dan bayi dilahirkan hidup dan sehat.

Misi
Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir melalui pemantapan sistem kesehatan untuk menjamin akses terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan perempuan, keluarga dan masyarakat mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang lestari sebagai suatu prioritas dalam program pembangunan nasional.

Tujuan
Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.

Target
Target yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a. Target dampak kesehatana. Menurunkan AKI menjadi 125/100.000 kelahiran hidup
b. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1.000 kelahiran hidup
c. Menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil menjadi 20%
d. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dari 17,1% menjadi 11%.

Empat strategi utama tersebut adalah:
a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti.
b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
c. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
d. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

Bagan Safe Motherhood

Safe Motherhood
Hak Asasi Manusia
Pemberdayaan perempuan
Sektor kesehatan
Pendidikan

MPS
Pembangunan sosio-ekonomi

Fokus pada:
Akses terhadap pelayanan oleh tenaga kesehatan terampilAkses terhadap pelayanan rujukan, jika terjadi komplikasi
Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguranStrategi
Kualitas dan cakupan pelayananKemitraan lintas sektorPemberdayaan perempuan dan keluargaPemberdayaan masyarakat

Justifikasi strategi
Pengalaman dari seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa kematian ibu dapat diturunkan secara signifikan dengan investasi yang terbatas melalui program yang efektif, kebijakan dan upaya di bidang legislatif yang menunjang ataupun intervensi sosial masyarakat.Sebagai komponen penting dari Safe Motherhood nilai tambah Make Pregnancy Safer terfokus pada sektor kesehatan.

Meskipun tujuan Safe Motherhood dan MPS sama, MPS memiliki fokus yang lebih kuat dan dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap, untuk menjamin pelaksanaan intervensi yang cost-effective dan berdasarkan bukti.

Tujuannya adalah menanggulangi penyebab utama kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Perhatian difokuskan pada kegiatan yang berbasis masyarakat yang diperlukan untuk menjamin agar perempuan dan bayi baru lahir mempunyai akses terhadap pelayanan dan mau menggunakan jika dibutuhkan dengan penekanan khusus pada penolong persalinan yang terampil dan penyediaan pelayanan termasuk rujukannya.

Prinsip dasar pelaksanaan strategi
a.MPS dilaksanakan dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
b. MPS dilaksanakan dalam konteks pelayanan kesehatan primer melalui pemantapan sistem pelayanan dan rujukan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta perluasan pelayanan di berbagai tingkat.
c. MPS dilaksanakan dalam konteks desentralisasi yang menjamin integrasi yang mantap dalam perencanaan pembangunan kesehatan serta proses alokasi anggaran.
d. MPS difokuskan pada pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan standar, cost-effective dan berdasar bukti pada semua tingkat pelayanan dan rujukan kesehatan baik di sektor pemerintah maupun swasta.
e. MPS difokuskan pada peningkatan sistem pelayanan kesehatan untuk menjamin ketersediaan akses terhadap pelayanan kesehatan.
f. MPS difokuskan pada pendekatan yang berorientasi pada ibu sebagai sasaran pelayanan. Dengan demikian, perempuan akan lebih tanggap dan mampu memanfaatkan pelayanan kesehatan.
g. MPS bekerjasama dengan wakil masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya guna mengidentifikasi kegiatan di tingkat keluarga dan masyarakat yang mendukung kegiatan yang mempunyai dampak kesehatan.h. MPS bekerjasama dengan pihak-pihak yang terlibat dalam masyarakat untuk mengidentifikasi isu-isu sosial, budaya dan ekonomi yang perlu diatasi.
i. MPS bekerja secara partisipatif, terkoordinasi dan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam mengembangkan strategi daerah milik sendiri. Pendekatan ini dapat memaksimalkan kualitas, pemanfaatan dan kelestarian.
j. MPS memfasilitasi kegiatan-kegiatan lokal sambil meningkatkan kemampuan pihak-pihak yang terlibat dalam menentukan dan melaksanakan solusi mereka sendiri.
k. MPS berupaya untuk mempromosikan keadilan dalam alokasi sumber daya untuk menjamin agar pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dapat dijangkau oleh kaum miskin dan penduduk yang kurang mampu dimanapun mereka berada.
l. MPS diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dana dan sumber daya kabupaten/kota yang bersangkutan.
m. MPS didasarkan pada semua kegiatan yang telah ada dan bekerjasama dengan mitra untuk memaksimalkan sumber daya dan mengurangi tumpang tindih kegiatan.
n. MPS menjamin agar bidan di desa meningkatkan kerjasama dengan dukun bayi untuk memberi dukungan pada pelayanan ibu dan bayi baru lahir.
o. MPS melakukan pemantauan kemajuan kegiatan dan evaluasi program setelah 2 tahun pelaksanaan.
p. MPS akan menetapkan peningkatan kegiatan berdasarkan pengalaman/lessons learned.


Upaya penyelamatan ibu berhasil menurunkan angka kematian ibu dari sebelumnya 450, 370, dan 343, saat ini menjadi 307 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan ini belum memuaskan, karena angka kematian ibu kita masih tertinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Kemajuan program kesehatan ibu dan anak di Indonesia dapat dilihat melalui indikator proses, yaitu adanya peningkatan angka kunjungan pertama (K1) dan keempat pelayanan antenatal (K4), dan peningkatan proporsi persalinan yang ditolong tenaga kesehatan.Faktor penyebab medis kematian ibu, seperti perdarahan, eklampsi, dan infeksi tidak sulit, tetapi yang menyangkut faktor penyebab non-medis, seperti faktor sosial budaya yang kurang mendukung, kemampuan sosial ekonomi yang terbatas, pendidikan yang rendah, status perempuan yang masih rendah, dan hambatan transportasi, tidak mudah diatasi.

Hal terakhir ini menjadi persoalan yang secara tidak langsung bermuara kepada dua hal penting:
a. Tiga terlambat,
danTiga terlambat mencakup: keluarga terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan diantaranya disebabkan status perempuan yang rendah, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah transportasi, dan terlambat dilakukan tindakan medis. Keterlambatan terakhir karena tidak memadainya fasilitas pelayanan yang tersedia.

b. Empat terlalu.
Sedangkan empat terlalu, yaitu terlalu muda hamil, terlalu tua hamil, terlalu banyak anak, dan terlalu pendek jarak kelahiran, lebih berkait dengan masalah sosial-budaya. Hambatan non-medis ini merupakan yang terberat. Teknologi kesehatan untuk mengatasi komplikasi kehamilan dan persalinan sebenarnya tidaklah sulit, tetapi yang sulit adalah membuat teknologi ini dekat kepada masyarakat, terutama masyarakat kita yang tinggal di desa-desa terpencil dengan sarana transportasi yang kurang.

Bagi Departemen Kesehatan, hambatan utama internal dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan maternal dan perinatal adalah biaya anggaran belanja kesehatan yang rendah, yaitu hanya 2,4% dari anggaran belanja pemerintah. Dari anggaran ini, prosentase anggaran untuk program kesehatan primer masih rendah, dan porsi lebih besar ditujukan untuk program-program medis, termasuk pembangunan rumah sakit dan pembelian peralatan rumah sakit. Hambatan internal yang lain adalah ketenagaan. Dokter dan bidan lebih banyak tinggal dan bekerja di kota-kota. Perlu insentif besar untuk membuat dokter dan bidan mau tinggal dan bekerja di desa, tetapi masalahnya tidak ada dana. Jika dihitung nilainya, dampak ekonomi dan sosial kematian ibu besar sekali: anak-anak tidak sekolah, keluarga berantakan, dengan akibat anak-anak sangat berperluang menjadi penganggur.

Kematian ibu tidak berdampak politik, dalam arti tidak menentukan keputusan politik, walaupun angka kematian ibu yang tinggi sebenarnya menunjukkan kinerja pemimpin yang kurang baik, yang mungkin akan berimplikasi politis terhadap tokoh-tokoh yang memimpin. Masalahnya, para pemimpin tidak melihat angka kematian ibu sebagai hal yang penting, karena angka kematian ibu tidak dipakai sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Seandainya saja angka kematian ibu menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan, maka kematian ibu akan mempunyai dampak politis yang besar.

PENUTUP
Upaya menurunkan kematian ibu merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai aspek dan disiplin ilmu termasuk faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat sebagai mata rantai yang berkaitan. Sehingga, selain komitmen politik pemerintah sebagai pengambil keputusan yang akan menentukan arah dan prioritas pelayanan kesehatan, juga diperlukan partisipasi masing-masing individu dalam upaya pencegahan.

Tidak ada intervensi tunggal yang mampu menyelesaikan masalah kematian ibu. Oleh karena itu, berbagai upaya untuk mengatasi hal ini melalui Strategi Menyelamatkan Persalinan Sehat, meskipun dalam pelaksanaannya masih menemui beberapa kendala, perlu untuk didukung. Kesehatan ibu adalah hal yang vital bagi keberlangsungan hidup manusia dan hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memelihara dan meningkatkannya.