PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Ibu hamil mana pun dapat mengalami preeklampsia. Tapi,umumnya ada beberapa ibu hamil yang lebih berisiko, yaitu ibu hamil untuk pertama kali, ibu dengan kehamilan bayi kembar, ibu yang menderita diabetes, memiliki hipertensi sebelum hamil, ibu yang memiliki masalah dengan ginjal, dan hamil pertama di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. Ibu yang pernah mengalami preeklampsia pada kehamilan sebelumnya akan ada kemungkinan berulang pada kehamilan berikutnya. Adakalanya juga tidak.
Sayangnya penyebab preeklampsia sampai saat ini masih merupakan misteri. “Tak bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah sedemikian maju.Yang jelas, preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, di samping infeksi dan perdarahan.
Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 + atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria taimbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.
Preeklampsia ringan
2. Tekanan darah diastole 90 atau kenaikan 15 mm Hg dengan interval periksaan jam.
3. Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
4. proteinuera 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitas plus 1 sampi 2 urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Tabel 24-1. Gejala dan tanda pre-eklampsia berat
1. Tekanan darah Sistolik > 160 mmHg 2. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg 3. Peningkatan kadar enzim hati atau/dan iketus 4. Trombosit <>3 5. Oliguria <> 6. Proteinuria > 3 g/liter 7. Nyeri epigastrium 8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat 9. Perdarahan retina 10. Edema pulmonum 11. Koma |
Penyebab pasti preeklampsia belum diketahui. Tetapi, beberapa hal yang diduga berperan terhadap timbulnya preeklampsia adalah :
- Kurangnya aliran darah ke uterus
- Kerusakan pembuluh darah
- Ganggguan sistim imun
- Kurang gizi
Preeklampsia adalah gangguan kehamilan berupa peninggian tekanan darah dan ditemukannya protein di dalam urine (proteinuria) setelah minggu ke-20 kehamilan.
Selain hipertensi dan proteinuria, beberapa gejala yang dapat menyertai preeklampsia antara lain :
- Sakit kepala hebat
- Gangguan penglihatan
- Nyeri perut bagian atas
- Mual atau muntah
- Pusing
- Air kencing kurang
- Peningkatan berat badan mendadak
Patologi
Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologik berasal dari penderita eklampsia yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu dikemukakan di sini bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis, dan trombosis pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis kelainan-kelainan tersebut.Perubahan anatomi-patologik
Plasenta. Pada pre-eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, dipercepat prosesnya pada pre-eklampsia dan hipertensi. Pada pre-eklampsia yang jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteria spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing anteriopathy.
Ginjal. Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan-perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968) menunjukkan pada pre-eklampsia bahwa kelainan berupa: 1) kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomeruler; 3) kelainan pada tubulus-tubulus Henle; 4) spasmus pembuluh darah ke glomerulus.
Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b) tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsel Bowman.
Epitel tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat; tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak regenerasi.
Perubahan-perubahan tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besara perubahan yang digambarkan menghilang, hanya kadang-kadang ditemukan sisa-sisa penambahan matriks mesangial.
Hati. Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat perdarahan yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus, disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama di sekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan di tempat-tempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan pada hati.
Otak. Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri; pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
Retina. Kelainan yanag sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola-arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpangan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan retina.
Ablasio retina juga dapat terjadi, tetapi komplikasi ini prognosisnya baik, karena retina akan melekat lagi beberapa minggu postpartum. Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre-eklampsia; biasanya kelainan tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
Paru-paru. Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-paru.
Jantung. Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklampsia jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan perdarahan. Sheehan (1958) menggambarkan perdarahan subendokardial di sebelah kiri septum interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.
Kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa perdarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
Beberapa terapi yang dapat dilakukan pada preeklampsia :
Istirahat baring
Jika kehamilan masih muda dan preeklampsia masih ringan, biasanya dianjurkan istirahat baring untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah ke plasenta. Selain itu dilakukan pemeriksaan tekanan darah, kadar protein urine, dan keadaan bayi secara teratur.
Jika preeklampsia berat, istirahat baring sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Biasanya diperlukan pemeriksaan teratur untuk menentukan keadaan ibu dan bayi. Pemeriksaan lain adalah ultrosonografi untuk menentukan volume cairan amnion.
Obatan-obatan
Obat-obatan biasanya diberikan untuk menurunkan tekanan darah sampai tiba masa melahirkan. Jika preeklampsia berat atau terjadi sindrom HELLP, maka diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat memperbaiki fungsi hati dan trombosit. Selain itu, berguna untuk mematangkan paru-paru janin.
Melahirkan
Jika preeklampsia terjadi minggu-minggu terakhir kehamilan, untuk mengatasinya dapat dilakukan percepatan kelahiran. Untuk mempercepat kelahiran dapat dilakukan induksi kehamilan dengan obat-obatan, atau operasi sesar (C-section). Selama proses kelahiran, ibu dapat diberikan magnesium sulfat intravena.
Setelah melahirkan, tekanan darah ibu diharapkan normal dalam beberapa hari atau minggu.
Tabel 24-2. Uji diagnostik pre-eklampsia
1. Uji diagnostik dasar 1.1. Pengukuran tekanan darah 1.2. Analisis protein dalam urin 1.3. Pemeriksaan edema 1.4. Pengukuran atinggi fundus uteri 1.5. Pemeriksaan funduskopik 2. Uji laboratorium dasar 2.1. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). 2.2. Pemeriksaan fungsi hati ( bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya) 2.3. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). 3. Uji untuk meramalkan hipertensi 3.1. Roll-over test 3.2. Pemberian infus angiotensin II |
Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklampsia, dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya pre-eklampsia dengan adanya faktor-faktor predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya pre-eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerapan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini pre-eklampsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yanga penting dari pemeriksaan antenatal yang baik.
Penanganan
Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkannya, belum diketahui. Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eklampsia terdiri atas pengobatan madik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup di luar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi eklampsia, dan janin yang sudah cukup matur lebih baik hidup di luar kandungan daripada dalam uterus. Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai pada penanganan pre-eklampsia, terutama bila janin masih sangat prematur. Dalam hal ini diusahakan dengan tindakan medis untuk dapat menunggu selama mungkin, agar janin lebih matur.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: (1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; (2) proteinuria 1 + atau lebih; (3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang; (4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan, dan kepada yang bersangkutan dianjurkan untuk segara datang jika ada keluhan. Sementara itu, ia dinasehatkan untuk banyak beristirahat dan mengurangi pemakaian garam dalam makanan.
Tabel 24-3. Penilaian kondisi janin pada pre-eklampsia
1. Penilaian pertumbuhan janin 1.1. Pemanatauan pertumbuhan tinggi fundus uteri 1.2. Pemeriksaan ultrasonografi 2. Penilaian ancaman gawat janin 2.1. Pemantauan gerakan janin 2.2. Non-stress tests dan contraction stress tests. 2.3. Profil biofisik janin : - reaksi denyut jantung janin terhadap gerakan janin; - volume cairan ketuban; - gerakan janin; - tonus janin. 2.4. Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban 2.5. Pemeriksaan perfusi plasenta (uterine blood flow) |
Penanganan pre-eklampsia ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre-eklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar. Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah taurun dan edema berkurang. Pemberian fenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menengkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah.
Apakah restriksi garam berpengaruh nyata terhadap pre-eklampsia, masih belum ada persesuaian faham.
Pada umumnya pemberian diuretika dan antihipertensiva pada pre-eklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala pre-eklampsia berat.
Karena biasanya hamil sudah tua, persalinan tidak lama lagi berlangsung. Bila hipertensi menetap biarpun tidak tinggi, penderita tetap tinggi di rumah sakit. Dlam hal ini perlu diamati keadaan janin dengan pemeriksaan kadara estriol dalam air kencing berulangkali, pemeriksaan ultrasonik, amnioskopi, dan lain-lain. Perlu diperhatikan bahwa induksi pesalinan yang dilakukan terlalu dini aan merugikan karena bahaya prematuritas, tetapi sebaliknya induksi yang terlambat dengan adanya insufisiensi plasenta akan menyebabkan kematian intrauterin janin. Bila keadaan janin mengizinkan, ditunggu dengan melakukan induksi persalinan, sampai kehamilan cukup-bulan atau lebih dari 37 minggu.
Beberapa kasus pre-eklampsia ringan tidak membaik dengan penanganan konservatif. Tekanan darah meningkat, retensi cairan dan proteinuria bertambah, walaupun penderita istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Penanganan pre-eklampsia berat
Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat difikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: (1) larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intramuskulur bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jama menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresus baik, refleks patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut, selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis; (2) klorpromazin 50 mg intramuskulus; (3) diazepam 20 mg intramuskulus.
Tabel24-4. Obat antihipertensi yang dapat digunakan pada pre-eklampsia
Jenis obat | Dosis |
1. Penghambat adrenergik (adrenolitik) 1.1. Adrenolitik sentral - Metildopa - Klonidin 1.2. Beta-bloker - Pindolol 1.3. Alfa-bloker - Prazosin 1.4. Alfa dan beta-bloker - Labetalol 2. Vasodilator - Hidralazin 3. Antagonis kalsium - Nifedipin | 3 x 125 mg/hari sampai 3 x 500 mg/hari 3 x 0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500 ml glukosa 5%/6 jam 1 x 5 mg/hari sampai 3 x 10 mg/hari 3 x 1 mg/hari sampai 3 x 5 mg/hari 3 x 100 mg/hari 4 x 25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg-5 mg 3 x 10 mg/hari |
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklampsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.
Kadang-kadang keadaan penderita dengan pengobatan tersebut di atas menjadi lebih baik. Akan tetapi, umumnya pada pre-eklampsia berat sesudah bahaya akut berakhir sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan oleh karena dalam keadaan demikian harapan bahwa janin hidup terus tidak benar, dan adanya janin dalam uterus menghambat sembuhnya penderita dari penyakitnya. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disebut dalam bab eklampsia.
Penanggulangan pre-eklampsia dalam persalinan
Rangsang untuk menimbulkan kejangan dapat berasal dari luar atau dari penderita sendiri, dan his persalinan merupakan rangsang yang kuat. Maka dari itu, pre-eklampsia berat lebih mudah menjadi eklampsia pada waktu persalinan.
Tidak boleh dilupakan bahwa kadang-kadang hipertensi timbul untuk pertama kali dalam persalinan dan dapat menjadi eklampsia, walaupun pada pemeriksaan antenatal tidak ditemukan tanda-tanda pre-eklampsia. Dengan demikian, pada persalinan normal pun tekanan darah perlu diperiksa berulang-ulang dan air kencing perlu diperiksa terhadap protein.
Untuk penderita pre-eklampsia diperlukan analgetika dan sedativa lebih banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah dipenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau ekstraktor vakum dengan memberikan narkosis umum untuk menghindarkan rangsangan pada susunan saraf pusat. Anestesia lokal dapat diberikan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan penderita masih sommolen karena pengaruh obat.
Ergometrium menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan tekanan darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara rutin pada kala III tidak dianjurkan, kecuali jika ada perdarahan postpartum karena aatonia uteri. Pemberian obat penenang diteruskan sampai 48 jam postpartum, karena ada kemungkinan setelah persalinan berakhir, tekanan darah naik dan eklampsia timbul. Selanjutnya obat tersebut dikurangi secara bertahap dalam 3 – 4 hari.
Telah diketahui bahwa pada pre-eklampsia janin diancam bahaya hipoksia, dan pada persalinan bahaya ini makin besar. Pada gawat-janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio-sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum. Postpartum bayi sering menunjukkan tanda asfiksia neonatorum karena hipoksia intrauterin, pengaruh obat penenang, atau narkosis umum, sehingga diperlukan resusitasi dari itu, semua peralatan untuk keperluan tersebut perlu disediakan.
PERJALANAN PENYAKIT
Seluruh organ tubuh dapat terpengaruh oleh preeklampsia, misalnya:
- Otak
Dapat terjadi pembengkakan di otak sehingga timbul kejang dengan penurunan kesadaran yang biasa disebut eklampsia. Dapat juga terjadi pecahnya pembuluh darah di otak akibat hipertensi. - Paru-paru
Bengkak yang terjadi di paru-paru menyebabkan sesak napas hebat dan bisa berakibat fatal. - Jantung
Terdapat payah jantung. - Ginjal
Ditemukan adanya gagal ginjal. - Mata
Bisa terjadi kebutaan akibat penekanan saraf mata yang disebabkan bengkak maupun lepasnya selaput retina mata. Kebanyakan bersifat sementara. Kendati demikian, pemulihannya memakan waktu cukup lama. - Sistem darah
Terjadi pecahnya sel darah merah dengan penurunan kadar zat pembekuan darah.
AKIBAT PADA JANIN
Janin yang dikandung ibu hamil pengidap preeklampsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen di bawah normal. Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darah yang menyalurkan darah ke plasenta menyempit.
Karena buruknya nutrisi, pertumbuhan janin akan terhambat sehingga terjadi bayi dengan berat lahir yang rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematur), biru saat dilahirkan (asfiksia), dan sebagainya.
Pada kasus preeklampsia yang berat, janin harus segera dilahirkan jika sudah menunjukkan kegawatan. Ini biasanya dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu tanpa melihat apakah janin sudah dapat hidup di luar rahim atau tidak. Tapi, adakalanya keduanya tak bisa ditolong lagi.
Dokter tak akan membiarkan penyakit ini berkembang makin parah. Bila perlu, tanpa melihat usia kehamilan, persalinan dapat dianjurkan atau kehamilan dapat diakhiri. Tergantung keadaan, persalinan dilakukan dengan induksi atau bedah caesar.
Lantaran itu, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan rutin dan konsultasi pada dokter. Minimal setiap bulan pada kehamilan awal dan seminggu sekali menjelang kelahiran. Maksudnya, agar bisa segera diketahui jika ada gejala preeklampsia. Jangan tunggu sampai parah!