Rabu, 30 Juni 2010

ASUHAN ANTENATAL


ASUHAN ANTENATAL


1.Asuhan Antenatal

Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Untuk melakukan asuhan antenatal yang baik, petugas pelaksana asuhan harus memiliki kompetensi untuk mengenali perubahan homonal, anatomi dan fisiologi yang terkait dengan proses kehamilan.
Pemahaman perubahan fisiologis tersebut adalah modal untuk mengenali kondisi patologis kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya, termasuk melakukan rujukan optimal dan tepat waktu.

2.Tujuan Asuhan Antenatal

a. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan
b. Mengupayakan kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya
c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
d. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi
e. Memberikan edukasi untuk menjaga kualitas kehamilan
f. Menghindarkan masalah kesehatan yang dapat membahayakan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.

3.Pengamatan dan Pemeriksaan Antenatal

Agar dapat melakukan asuhan antenatal, petugas kesehatan harus mengetahui hal-hal berikut ini:

1.Perubahan Fisiologis Hormonal pada Kehamilan
2.Uji Hormonal Kehamilan
3.Perubahan Anatomi dan Fisiologi pada Kehamilan
a.Pembesaran disertai penipisan dinding uterus
b.Deteksi DJJ
c.Gerakan janin
d.Palpasi bagian-bagian tubuh
e.Ballottement

4. Jadwal kunjungan asuhan antenatal
5.Pemeriksaan Rutin dan Penelusuran Penyulit Selama Kehamilan
a.Pemeriksaan Umum (generalis)
b.Pemeriksaan Khusus (lokalis)
c.Pemeriksaan Abdomen
•Inpeksi
•Palpasi
•Auskultasi

dPemeriksaan Laboratorium
e.Pemeriksaan tambahan (Ultrasonografi, Rontgen, Genetika, dsb)

6.Pemantauan gejala dan tanda bahaya selama kehamilan
a.Perdarahan pada kehamilan muda dan lanjut
b.Hipertensi atau Kejang
c.Nyeri perut menjelang persalinan
d.Beberapa gejala dan tanda terkait dengan gangguan kehamilan adalah:
•Muntah berlebihan yang berlangsung selama kehamilan
•Disuria
•Menggigil atau demam
•Ketuban Pecah Dini atau Sebelum Waktunya
•Uterus lebih besar/lebih kecil dari usia kehamilan yang sesungguhnya

e.Gangguan Kesehatan dan Penyakit Berbahaya yang Menyertai Kehamilan
•Tuberkulosis Paru
•Malaria
•Hepatitis B
•Infeksi Menular Seksual (IMS)
•Dekompensatio Kordis
•HIV/AIDS (Prevention of Mother to Child Transmission-PMTCT)

7.Kunjungan Berkala Asuhan Antenatal
Anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan antenatal secara berkala dan teratur. Lakukan pemeriksaan dan pencatatan kesehatan ibu hamil dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya, yaitu:
•Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil
•Hasil pemeriksaan setiap kunjungan
•Menilai Kesejahteraan Janin

8.Edukasi kesehatan bagi ibu hamil
Kunjungan antenatal memberi kesempatan bagi petugas kesehatan untuk memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan keluarganya. Beberapa informasi penting tersebut adalah:
a.Nutrisi yang adekuat
Kalori
Protein
Kalsium
Zat besi
Asam folat
b.Perawatan payudara
c.Perawatan gigi
d.Kebersihan tubuh dan pakaian

IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) PADA IBU HAMIL


IMUNISASI TT (TETANUS TOXOID) PADA IBU HAMIL

1.Pengertian
Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Idanati, 2005).
Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan (Setiawan, 2006).
Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III (Dinkes Jateng, 2005).

2.Manfaat imunisasi TT ibu hamil
a. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum (BKKBN, 2005; Chin, 2000). Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistim saraf pusat (Saifuddin dkk, 2001).
b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka (Depkes RI, 2000)

Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum (Depkes, 2004).

3.Jumlah dan dosis pemberian imunisasi TT untuk ibu hamil
Imunisasi TT untuk ibu hamil diberikan 2 kali (BKKBN, 2005; Saifuddin dkk, 2001), dengan dosis 0,5 cc di injeksikan intramuskuler/subkutan dalam (Depkes RI, 2000).

4.Umur kehamilan mendapat imunisasi TT
Imunisasi TT sebaiknya diberikan sebelum kehamilan 8 bulan untuk mendapatkan imunisasi TT lengkap (BKKBN, 2005). TT1 dapat diberikan sejak di ketahui postif hamil dimana biasanya di berikan pada kunjungan pertama ibu hamil ke sarana kesehatan (Depkes RI, 2000).

5.Jarak pemberian imunisasi TT1 dan TT2
Jarak pemberian (interval) imunisasi TT1 dengan TT2 adalah minimal 4 minggu (Saifuddin dkk, 2001; Depkes RI, 2000).

6.Efek samping imunisasi TT
Biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan (Depkes RI, 2000). TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT (Saifuddin dkk, 2001).
Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan (Depkes RI, 2000).

7.Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT
a. Puskesmas
b. Puskesmas pembantu
c. Rumah sakit
d. Rumah bersalin
e. Polindes
f. Posyandu
g. Rumah sakit swasta
h. Dokter praktik, dan
i. Bidan praktik (Depkes RI, 2004).
Tempat-tempat pelayanan milik pemerintah imunisasi diberikan dengan gratis.

Pustaka:
BKKBN., 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak Balita).

Senin, 28 Juni 2010

Persiapan ibu Bersalin.... MENGEDAN...MENGEJAN Pada saat Melahirkan???? Penting jugA UNTUK DIPELAJARI...


Ayo belajar Mengedan?????


Karakteristik Ibu yang Mempengaruhi Lamanya Persalinan diantaranya adalah kecemasan ibu bersalin, paritas, usia serta pengetahuan ibu sendiri.


Kecemasan ibu bersalin. Sebagian besar calon ibu terutama yang pertama kali menghadapi persalinan akan merasa cemas sehingga menimbulkan ketegangan yang dapat menimbulkan gangguan pada kontraksi uterus dan hal ini dapat menganggu persalinan.

faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses persalinan adalah penerimaan ibu atas kehamilannya (kehamilan dikehendaki atau tidak), kemampuan untuk bekerjasama dengan pimpinan atau penolong persalinan dan adaptasi ibu bersalin terhadap nyeri persalinan.

pada setiap fase persalinan terdapat kebutuhan emosional yang muncul akibat kecemasan, ketakutan, kesepian, nyeri, ketegangan, dan kegembiraan.

Kala II dapat membuat ibu kelelahan yang disebabkan oleh penggunaan energi dalam jumlah besar oleh tubuh. Ditambah lagi jika persalinan ini adalah persalinan yang pertama, pasien tersebut mungkin mengalami kecemasan yang selanjutnya akan menimbulkan ketegangan, menghalangi relaksasi bagian tubuh lainnya.

Untuk Paritas. Pada kala II turunnya bagian terendah dari janin akan lebih cepat dan rata-rata dari kecepatan turunnya bagian terendah ini adalah 3-3,5 cm/jam pada nullipara dan 6-7 cm/jam pada multipara. Pada primipara proses persalinan kala II akan berlangsung lebih lama dibanding pada multipara, karena ibu belum berpengalaman melahirkan, otot-otot jalan lahir masih kaku dan belum dapat mengejan dengan baik. Sedangkan pada multipara proses persalinan pada kala II akan terjadi lebih cepat karena adanya pengalaman persalinan yang lalu dan disebabkan otot-otot jalan lahir yang lebih lemas.

Usia. dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Kematian wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal pada usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun.

Pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what” yang terjadi setelah orang yang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, penciuman, pendengaran, rasa dan raba yang sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Kurangnya pengetahuan mengenai cara meneran dapat mengakibatkan lama kala II persalinan


Komplikasi yang Terjadi pada Ibu dan Janin Apabila Ibu tidak Mampu Meneran dengan Benar

1) Bagi ibu

Persalinan lama atau persalinan kasep yang pada akhirnya dapat menimbulkan ruptur uteri imminen sampai pada ruptur uteri dan kematian karena perdarahan dan atau infeksi.

2) Bagi janin

Asfiksia sampai terjadi kematian janin.


Meneran

a. Posisi ibu saat meneran

1) Posisi duduk atau setengah duduk

Posisi ini nyaman bagi ibu dan ia bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi jika merasa lelah. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah memudahkan melahirkan kepala bayi.

2) Jongkok atau berdiri

Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini dapat membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan mengurangi rasa nyeri yang hebat.

3) Merangkak atau berbaring miring

Menurut JNPK-KR (2007), posisi ini lebih nyaman dan efektif bagi ibu untuk meneran. Kedua posisi tersebut mungkin baik jika ada masalah bagi bayi yang akan berputar ke posisi oksiput anterior. Merangkak merupakan posisi yang baik bagi ibu yang mengalami nyeri punggung saat persalinan. Berbaring miring ke kiri seringkali merupakan posisi yang baik bagi ibu karena jika ibu kelelahan ibu bisa beristirahat dengan mudah diantara kontraksi. Posisi ini juga bisa membantu mencegah laserasi perineum.


Sedangkan menurut Manuaba (2001), posisi ibu saat meneran adalah sebagai berikut :

1) Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman baginya, setiap posisi memilki keuntungannya masing-masing, misalnya posisi setengah duduk dapat membantu turunnya janin jika persalinan berjalan lambat.

2) Ibu dibimbing meneran selama his, anjurkan ibu untuk mengambil nafas, meneran tanpa diselingi bernafas, kemungkinan dapat menurunkan PH pada arteri umbilikalis yang dapat menyebabkan denyut jantung tidak normal dan nilai apgar rendah, minta ibu bernafas selagi kontraksi ketika kepala akan keluar. Hal ini juga menjaga agar perineum meregang pelan dan mengontrol lahirnya kepala serta mencegah robekan.

b. Cara meneran

1) Anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.

2) Jangan anjurkan untuk menahan nafas pada saat meneran.

3) Anjurkan ibu untuk berhenti meneran dan beristirahat diantara kontraksi.

4) Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ibu mungkin merasa lebih mudah untuk meneran jika ia menarik lutut kearah dada dan menempelkan dagu ke dada.

5) Anjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

6) Jangan melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi.


Menurut JNPK-KR (2007), dorongan pada fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan rupture uteri. Cegah setiap anggota keluarga yang mencoba melakukan dorongan pada fundus.

Untuk mengkoordinasikan semua kekuatan menjadi optimal saat his dan mengejan dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Parturien diminta untuk merangkul kedua pahanya, sehingga dapat menambah pembukaan pintu bawah panggul.

2) Badan ibu dilengkungkan sampai dagu menempel di dada, sehingga arah kekuatan menuju jalan lahir.

3) His dan mengejan dilakukan bersamaan sehingga kekuatannya optimal.

4) Saat mengejan ditarik sedalam mungkin dan dipertahankan denagn demikian diafragma abdominal membantu dorongan kearah jalan lahir.

5) Bila lelah dan his masih berlangsung, nafas dapat dikeluarkan dan selanjutnya ditarik kembali utnuk dipergunakan mengejan.


Menurut Sarwono (2005), ada 2 cara mengejan yaitu :

1) Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku, kepala sedikit diangkat sehingga dagu mendekati dadanya dan dapat melihat perutnya.

2) Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring kekiri atau kekanan tergantung pada letak punggung janin, hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berda diatas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna.


Sedangkan pada teori yang lain Sarwono (2002), juga ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat mengejan, yaitu :

1) Mengejan hanya diperbolehkan sewaktu ada his dan pembukaan lengkap.

2) Pasien tidur terlentang, kedua kaki difleksikan, kedua tangan memegang kaki atau tepi tempat tidur sebelah atas, bila kondisi janin kurang baik, pasien mengejan dalam posisi miring.

3) Pada permulaan his, pasien disuruh menarik nafas dalam, tutup mulut, mengejan sekuat-kuatnya dan selama mungkin, bila his masih kuat menarik nafas pengejanan dapat diulang kembali. Bila his tidak ada, pasien istirahat, menunggu datangnya his berikutnya.


Pengetahuan ibu dapat mempengaruhi sikap atau perilaku ibu dalam menghadapi proses persalinan. Pengetahuan ibu tentang meneran memegang peranan yang sangat penting agar ibu yang mengalami persalinan dapat meneran dengan benar atau dengan kata lain apabila seseorang ibu mempunyai pengetahuan yang baik diharapkan dapat meneran dengan baik sehingga mempercepat proses persalinan.