Bu eeeeeeeeeeee.... bingung nyari teori PERAN ????? aihhhh... ok.. PUTRI....??? Bantuin atuh....dibantuin nihhh...he he
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
Peran adalah eksistensi kita.
Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh. Anda di posisi mana dalam suatu strata sosial dan sejauhmana pengaruh Anda. Itulah peran. Peran adalah kekuasaan dan bagaimana kekuasan itu bekerja, baik secara organisasi dan organis. Peran memang benar-benar kekuasaan yang bekerja, secara sadar dan hegemonis, meresap masuk, dalam nilai yang diserap tanpa melihat dengan mata terbuka lagi. Peran, adalah simbiosi yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, sebab dengan peran, ada yang dirugikan dan diuntungkan.Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
peran ialah “the dynamic aspect of status” (aspek dinamis dari suatu status). Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton ini memberikan deskripsi mengenai posisi dan kedudukan dari status-peran.
Role SetMakna peran, menurut Suhardono, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran berarti katakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.Pengertian peran dalam kelompok pertama di atas merupakan pengertian yang dikembangkan oleh paham strukturalis di mana lebih berkaitan antara peran-peran sebagai unit kultural yang mengacu kepada hak dan kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh sistem budaya. Sedangkan pengertian peran dalam kelompok dua adalah paham interaksionis, karena lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena peran.Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.Meninjau kembali penjelasan tentang peran secara historis, Bilton, et al. [1981] menyatakan, peran sosial mirip dengan peran yang dimainkan seorang actor, maksudnya orang yang memiliki posisi-posisi atau status-status tertentu dalam masyarakat diharapkan untuk berperilaku dalam cara-cara tertentu yang bisa diprediksikan, seolah-olah sejumlah "naskah" (scripts) sudah disiapkan untuk mereka. Namun harapan-harapan yang terkait dengan peran-peran ini tidak hanya bersifat satu-arah. Seseorang tidak hanya diharapkan memainkan suatu peran dengan cara-cara khas tertentu, namun orang itu sendiri juga mengharapkan orang lain untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap dirinya. Seorang dokter dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sangat pribadi kepada pasien dan mengharapkan pasiennya menjawab dengan jujur. Sebaliknya si pasien mengharapkan dokter untuk merahasiakan dan tidak menyebarkan informasi yang bersifat pribadi ini ke pihak lain. Jadi peran sosial itu melibatkan situasi saling-mengharapkan (mutual-expectations).Peran sosial karena itu bukanlah semata-mata cara orang berperilaku yang bisa diawasi, tetapi juga menyangkut cara berperilaku yang dipikirkan seharusnya dilakukan orang bersangkutan. Gagasan-gagasan tentang apa yang seharusnya dilakukan orang, tentang perilaku apa yang "pantas" atau "layak", ini dinamakan norma.Harapan-harapan terpenting yang melingkupi peran sosial bukanlah sekadar pernyataan-pernyataan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tentang apa yang akan dilakukan seseorang, di luar kebiasaan, dan seterusnya, tapi norma-norma yang menggarisbawahi segala sesuatu, di mana seseorang yang memiliki status diwajibkan untuk menjalankannya. Jadi, peran-peran itu secara normatif dirumuskan, sedangkan harapan-harapan itu adalah tentang pola perilaku ideal, terhadap mana perilaku yang sebenarnya hanya bisa mendekati.Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role strain.
Role ConflictSetiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.
Role StrainAdanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah. Pertama, rasionalisasi, yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.
Role ConflictSetiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.
Role StrainAdanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah. Pertama, rasionalisasi, yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.
Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada konflik. Misalnya, orang yang percaya bahwa "semua manusia sederajat" tapi tetap merasa tidak berdosa memiliki budak, dengan dalih bahwa budak bukanlah "manusia" tetapi "benda milik."Kedua, pengkotakan (compartmentalization), yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi yang di acara seminar bicara berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.Ketiga, ajudikasi (adjudication), yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan dosa.Terakhir, kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan "kedirian" (self), sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai satu bentuk dari konflik peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka kadang-kadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung mereka mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan tindakan-tindakan mereka itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis dengan konsep jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. "Jarak peran" diartikan sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak terlibat sepenuhnya atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin dalam penampilan perannya. Ia melakukan komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang mengusulkan pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Ini merupakan tindakan mengambil jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi. Penampilan "jarak peran" menunjukkan adanya perasaan kurang terikat terhadap peranan. Pada sisi lain, "penyatuan diri" dengan peranan secara total merupakan kebalikan dari "jarak peran." Penyatuan diri terhadap peran tidak dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya, tetapi dari tindakan nyata yang dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan perannya bila ia menunjukkan semua kemampuan yang diperlukan dan secara penuh melibatkan diri dalam penampilan peran tersebut.
Daftar Pustaka
Farley, John E., 1992. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, hlm. 88-89.Hendropuspito, D., OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 105-107.Horton, Paul B., dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, (Alih Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari). Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm.129-130.Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, hlm. 50.Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan Andrew Webster. 1981. Introductory Sociology. Hong Kong: The Macmillan Press, Ltd., hlm.18.
Farley, John E., 1992. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, hlm. 88-89.Hendropuspito, D., OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 105-107.Horton, Paul B., dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, (Alih Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari). Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm.129-130.Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, hlm. 50.Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan Andrew Webster. 1981. Introductory Sociology. Hong Kong: The Macmillan Press, Ltd., hlm.18.